Rumoh Aceh merupakan rumah tradisional Aceh yang menjadi bangunan induk Museum Negeri di kota Banda Aceh. Dibuat pada tahun 1914 untuk Gelanggang Pameran di Semarang, Jawa Tengah. Kemudian dibawa pulang ke Banda Aceh tahun 1915 oleh Gubernur Van Swart (Belanda) yang kemudian dijadikan museum hingga kini. Bangunan ini berupa sebuah rumah panggung yang berpintu sempit namun didalamnya seluruh ruangan tersebut tidak bersekat.
Dengan tampilan luar hitam pekat diseling ornamen berwarna cerah khas Aceh, bangunan ini menyimpan beberapa koleksi keramik dan lukisan pahlawan Aceh. Saat memasukinya akan terasa suasana tradisi yang kental. Bagaimana tata ruang rumah tradisional Aceh sangat terasa. Mulai dari penataan ruang pertemuan, ruang tidur, dapur dan penyimpanan perabot sehari-hari. Tentu saja hal ini akan sulit dijumpai kini.
Namun selepas bencana Tsunami dua tahun silam, banyak yang mengadopsi gaya rumah panggung ini. Mungkin ada yang terpikir kalau Tsunami melanda lagi akan jauh lebih aman dengan tipe bangunan seperti ini. Tentu harus dipertimbangkan pondasi yang lebih kokoh, tak lagi dari sebatang kayu. Bagaimanapun kearifan masa lalu selalu menawarkan sebuah medium perenungan. Untuk selalu bercermin diri dan terus belajar bertegur sapa akrab dengan alam.